11.13.2018

Jarak dan Jaras


Ketika dua individu saling mengenal dan merasa nyaman satu sama lain, saling mengerti satu sama lain, bahagia bersama, dan terasa bahwa kebahagiaan itu akan terus berjalan seterusnya, dunia terasa indah. Sekelibat harapan klise tentang kebahagiaan masa depan menggandrungi, datang terus menerus seolah enggan pergi.

Semakin mereka berjalan ke depan, semakin mereka akan menghadapi realita kehidupan yang ternyata tidak sebaik kesenangan masa muda. Angan-angan yang pernah bertahan perlahan memudar. Mungkin tidak sampai menghilang, namun hanya tergerus realita. Terhadang, entah untuk sementara atau untuk selamanya.

Kemudian ketika subjek ketiga, yaitu jarak, hadir di antara mereka maka akan semakin sulit untuk mempertahankan mimpi yang telah lama menjadi motivasi. Tidak butuh waktu lama untuk mencabik-cabik kenyamanan yang sedari dulu ada. Mungkin di awal kehadirannya tidak akan berdampak besar, namun kekuatan jarak layaknya bola salju yang terus bergulir dari waktu ke waktu dan terus bertambah ukurannya.

Satu-satunya yang dapat menjadi penghambat dari kecepatan bergulirnya sang bola salju adalah komunikasi. Komunikasi yang baik, saling bicara melepas rindu, menghantarkan pesan-pesan motivasi yang menguatkan saat dibutuhkan, dan tidak berubah secara drastis sedari awal adalah kunci utama.

Tidak sulit memang untuk menuangkan seluruhnya dalam kata-kata, namun kehidupan yang sangat dinamis membuat masing-masing individu semakin berubah untuk bertindak praktis. Seringkali mereka hanya membaca untuk membalas, bukan untuk mengerti isi dari ketikan satu sama lain. Seringkali mereka hanya membicarakan hal tidak penting. Saling menguatkan dan menyabarkan satu sama lain pun semakin jarang terjadi. Yang awalnya cocok semakin lama semakin sering cekcok. Semakin banyak aturan yang datang karena tidak bisa saling melindungi satu sama lain, namun menjadi momok ancaman bagi sebuah hubungan bagi mereka yang tidak suka dikekang. Lama-kelamaan kesenangan saat pertemuan pun semakin memudar.

Tidak ada yang lebih disayangkan daripada perbedaan persepsi satu sama lain tentang segala hal. Bagi yang satu peringatan makan dan pertanyaan tentang apa yang dimakan merupakan hal yang tidak penting, karena tanpa pertanyaan dan peringatan untuk makan pun, dia sudah tahu bahwa dia harus makan untuk menyambung hidupnya. Lain hal bagi individu yang satunya, yang mendefinisikan pertanyaan sudah makan atau belum sebagai salah satu dari bentuk perhatian.

Banyak hal yang dialami yang menarik untuk diceritakan, namun seiring tidak lancarnya komunikasi hal-hal itu akan terlewati begitu saja. Sampai akhirnya komunikasi yang terjalin tak ayal hanya sekedar basa-basi belaka, yang penting membalas. Tidak berpoin. Pesan singkat yang tetap frekuen, namun seolah menambah jarak di antara keduanya. Beratnya beban dunia yang awalnya ditanggung bersama sekarang hanya ditanggung masing-masing tanpa adanya kerjasama. Setiap hari masing-masing terbangun berharap semoga segalanya berbalik menjadi seperti semula namun tak kunjung juga.

Perubahan akan terus menerus terjadi karena bola salju tidak akan bisa dihentikan, hanya bisa diperlamban. Ada banyak hal yang dapat dipelajari seiring ukurannya yang semakin membesar, namun ketidakbisaan satu sama lain untuk hadir dan menjadi dekat hanya akan menumpuk bola salju lainnya yang akan terus membesar semakin lama didiamkan. Rasa jenuh yang ada akan membuat bola salju ketiga yang terus menghantam. Jarak memang masalah besar yang berpotensi untuk terus membuat bola salju lagi, lagi, dan lagi.

Jika memang pada akhirnya jarak akan membuat jaras semakin kusut karena terus menerus tergolong bola salju yang tidak ada henti dan habisnya, maka kusutkan lah secepatnya agar jaras tidak hanya sekedar terpampang namun menjadi momok. Kusutkan lah secepatnya agar tidak menjadi sekelibat beban pikiran bagi yang sedang berfokus untuk masa depan. Kusutkan lah secepatnya jika memang sang jaras pada akhirnya tidak bisa diselamatkan karena tergerus oleh jarak.

11.08.2018

Waktu Bersifat Relatif

Jam berapa kamu biasa terbangun di pagi hari?

Jika siklus tidur saya normal, di hari kerja saya biasa terbangun sekitar pukul lima sampai enam pagi di hari kerja. Kemudian saya akan menuang susu, mengiris buah, dan menumpuk roti (jika ada) dengan keju dan susu kental manis untuk sarapan. Setelah itu saya akan mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke tempat saya belajar. Saya akan menghabiskan waktu sepanjang hari di sana jika kegiatan memang penuh. Jika kegiatan tidak penuh, saya dapat mencuri-curi waktu untuk beristirahat di kamar kos saya hingga ada jadwal kegiatan lagi. Kemudian saya akan makan siang, lalu menunggu jadwal pulang dan kembali ke kamar untuk beristirahat. Jika ada jadwal jaga maka saya akan menghabiskan waktu sepanjang malam di tempat saya belajar hingga keesokan paginya. Bila tidak sedang malas, sebelum tidur saya akan membaca materi yang harus saya pahami, belajar bahasa asing gratis melalui website, atau menghibur diri dengan menonton film dan video di internet.

Di hari libur saya akan bangun lebih siang dan menghabiskan kegiatan di kamar jika tidak ada janji atau kegiatan di hari itu, karena saya memang lebih suka menikmati waktu di kamar sambil bermalas-malasan. Jika memang perlu maka saya akan belanja ke pasar terdekat untuk mempersiapkan bahan makanan selama seminggu ke depan, lalu dilanjut dengan memasak makan siang hingga makan malam. Bagi saya hari libur ini harus dinikmati dan cara saya menikmati adalah dengan bermalas-malasan di kamar.

Setiap orang pasti memiliki pola hidup dan jadwal yang berbeda-beda setiap harinya. Mungkin orang hebat dengan berbagai gelar tidak bisa menuliskan jadwal 'saklek' seperti yang saya tuturkan di atas karena jadwal yang cenderung tidak menentu setiap harinya, mulai dari simposium hingga rapat. Lain lagi mahasiswa yang harus mengikuti jadwal kelas dari mata kuliah yang mereka ambil. 

Ternyata benar kata Einstein bahwa waktu bersifat relatif. Postulat ini tidak hanya dapat digunakan untuk soal roket yang terbang dengan kecepatan 0,8c dan 0,6c di Fisika SMA. Postulat ini juga dapat kita gunakan untuk kehidupan sehari-hari.

Di saat saya sudah mulai tertidur sekitar pukul 11 malam, di luar sana masih ada penjaja nasi goreng, martabak, dan gorengan yang masih menunggu pembeli untuk menghabiskan dagangannya di hari itu. Sementara itu, pedagang bubur ayam mungkin sudah mengambil jatah tidur hariannya di sore hari karena harus mulai memasak berasnya untuk menjadi bubur di saat para pelanggannya masih terlelap. Pedagang sayuran pun sibuk menjaga dan memindahkan sayuran yang baru datang untuk dijajakan kepada pembeli.

Pagi harinya, penjual masakan padang dan warteg akan berbelanja di pasar dan langsung memasak dagangan mereka. Begitu pun penjual es cendol, es cincau, dan minuman dingin lainnya. Agar saat terik matahari mencapai puncaknya dan konsumen mencari minuman segar, krincing bunyi dagangannya bisa melewati rumah konsumen atau tempat dia biasa memangkalkan gerobaknya tepat waktu.

Kemudian siang hingga sore hari pedagang nasi goreng sibuk memasak nasi dan mempersiapkan isi gerobaknya. Mengecek ulang apakah gas masih ada atau sudah habis. Menyiapkan kerupuk dan memasukkan kerupuk ke dalam plastik untuk pelanggan yang membawa pulang dagangannya.

Waktu bersifat relatif karena berbeda-beda bagi setiap orang. Perbedaan ini mulai dari bagaimana siklus kehidupan setiap orang, hingga cara setiap dari mereka memaknai dan menghargai waktu. Waktu juga bisa menentukan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Karena apapun yang saya lakukan di masa sekarang akan mempengaruhi kejadian di masa depan, jadi saya harus menggunakan waktu saya seefektif mungkin untuk mengerjakan hal-hal yang bermanfaat dan tidak akan membuat saya menyesal di masa depan.

Namun sebelum memikirkan dan membuat rencana ke depannya, saya akan menarik nafas terlebih dahulu, beristirahat sambil merenung sejenak, serta bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena saya bisa mendapatkan kehidupan dengan siklus harian yang sangat saya nikmati. Setelah itu, barulah saya akan mengambil tindakan agar saya tidak menyesal telah membuang waktu dengan sia-sia dan percuma di masa depan.

10.09.2018

Kita Semua Terlahir Sebagai Juara

Menonton Opening Ceremony Asian Para Games 2018 pada Sabtu lalu membuat jantung saya berdegup tidak karuan. Bagaimana tidak? Semua perasaan positif muncul dalam waktu yang bersamaan. Bahkan sebelum Asian Para Games 2018 dimulai, euforia campur aduk tersebut sudah saya rasakan.

Usai menonton video para atlit APG di twitter, decak kagum, rasa haru, dan juga bangga tercampur aduk dalam diri saya. Sekarang ditambah lagi dengan perasaan pasca menonton Opening Ceremony. Mereka yang sebenarnya bisa diam, memilih untuk bergerak. Mereka yang sebenarnya bisa menjadikan kondisi yang ada sebagai alasan untuk tidak beraktivitas, memilih untuk terus latihan demi kemenangan. Mungkin alasan setiap individu berbeda, tapi di antara seluruh alasan pribadi pasti ada 1 alasan yang dimiliki oleh setiap atlit, yaitu mengharumkan nama Indonesia.

Di saat ada pilihan untuk diam dan termenung memandangi nasib, mereka memilih untuk bangkit. Menunjukkan kekuatan yang mereka punya, mengajarkan banyak orang untuk tegar, tidak malas, dan menginspirasi setiap orang yang melihat mereka. Di saat masih banyak cacian dan stigma untuk penyandang disabilitas, mereka justru menunjukkan kepada khalayak bahwa mereka layak dipuji. Ketika banyak teman-teman penyandang disabilitas lain yang memanfaatkan rasa kasihan orang lain untuk bertahan hidup, mereka justru menjadi inspirasi bagi orang lain. Mereka menunjukkan bahwa mereka bisa mewakili negara Indonesia untuk bertaruh di ajang olahraga sebesar ini. Walaupun kursi roda mereka harus didorong oleh orang lain untuk mobilitas di saat parade kemarin, mereka tetap tersenyum ceria dan tertawa lepas. 

Kemudian rasa haru, bangga, sedih, kagum, sekaligus optimisme saya bersatu ketika video Bulan Karunia diputar. Cara Bulan menyampaikan cerita tentang penyandang disabilitas lain sangat mengharukan. Wajahnya lugu, suaranya menggemaskan. Cara bicaranya layaknya anak kecil lain yang sangat optimis akan masa depannya. Usut punya usut, ternyata Bulan ini mendapatkan kursi rodanya dari Bapak Presiden. Dalam suratnya kepada Pak Presiden, Bulan menulis bahwa Bulan menginginkan kursi roda dari Bapak Presiden karena Bulan tidak punya kaki. Saya rasa tidak mudah bagi anak seusia Bulan untuk tetap berkembang dalam optimisme di kondisi yang Bulan punya. Banyak yang harus Bulan lewati mulai dari rasa sedih, malu, kecewa, cacian dari teman sebaya, dan kekhawatiran terhadap masa depan. Maka dari itu saya simpulkan bahwa Bulan pasti sangat kuat dan tegar.

Opening Ceremony Asian Para Games kemarin sukses membuat saya terharu dan bangga. Benar, jarak antara disability dan ability tidaklah jauh. Disability dapat kita ubah menjadi ability melalui mental yang kuat, hati yang tegar, dan tentunya proses yang tidak mudah. Alangkah baiknya kalau mulai dari sekarang kita ubah perspektif kita dari yang awalnya tidak mungkin, menjadi mungkin. Dari yang awalnya tidak bisa, menjadi bisa. Karena sejatinya memang semua hal yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin atas izin Tuhan. 

Ternyata seseorang dinyatakan sebagai juara bukan ketika dia berhasil mengalahkan orang lain. Itu hanyalah definisi dalam kompetisi. Kita akan menjadi juara yang sebenarnya ketika kita dapat mengalahkan diri sendiri. Maka dari itu, marilah kita sama-sama belajar untuk menjadi kuat dan tegar dari Bulan Karunia dan teman-temannya.

3.21.2018

Zoon Politicon

Manusia merupakan makhluk sosial, dimana satu individu tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya individu yang lain. Sifat ini sudahlah mutlak diajarkan di sekolah sejak kita masih anak-anak. Namun dulu kita tidak menyangka betapa besar arti dari kata "makhluk sosial" dan betapa sebenarnya predikat tersebut akan sangat mempengaruhi hidup kita ke depannya.

Dulu kita tidak pernah tau siapa yang akan kita temui di setiap langkah perjalanan kehidupan. Individu mana yang hanya akan lewat sekelibat bagaikan cahaya kilat, atau manusia mana yang akan lewat lalu meninggalkan jejak layaknya gemuruh petir yang membuat jantung sempat berdecak, dan manusia mana yang bayangnya akan tetiba muncul tanpa permisi dalam lamunan kita.

Dengan mudahnya kita telan mentah-mentah filosofi tentang manusia sebagai makhluk sosial tanpa diajarkan cara memilah mana jejak dari masing-masing individu yang harus diabadikan dan mana jejak yang harus dihapus dari memori secepat mungkin. Mana individu yang layak untuk dikenang dan mana individu yang hanya pantas untuk dibiarkan berlalu begitu saja dalam setiap langkah kehidupan.

Jika saja manusia juga diajarkan tentang cara-cara tersebut, mungkin waktu mereka tidak akan tersita sia-sia hanya untuk memikirkan individu yang tidak layak. Pikiran mereka tidak akan terkuras atas lamunan tentang individu yang sia-sia. Hati mereka pun tidak akan pernah mengenal luka karena jika sedari awal mereka sudah tau mana individu yang nantinya akan berharga bagi mereka dan mana yang tidak. Mereka akan berjalan lurus ke depan mengejar individu yang layak terkenang pada akhirnya.

Namun bagaimana kita harus memposisikan diri jika kita tidak tahu tentang nasib masing-masing? Bagaimanakah cara kita mencari tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas? Haruskah lamunan sendu kita lanjutkan hingga ditemukan jawabannya? Atau haruskah kita tetap berjalan dengan tegap melangkah ke depan tanpa tahu apa yang akan kita lewatkan?

Manusia adalah makhluk sosial dimana ia akan membutuhkan manusia lainnya untuk melanjutkan hidup. Betapa bahagianya jika kita sudah menemukan individu yang membutuhkan kita untuk melanjutkan hidup. Apalagi jika ternyata kamu dan dia saling membutuhkan.

Namun bagaimana cerita akan berlanjut jika kamu merasa membutuhkannya, namun ternyata dia adalah individu yang hanya akan berjalan sekelibat lalu meninggalkan jejak untuk kemudian menghilang agar terkenang?