4.03.2014

Panjat!

"Seseorang yang kita pikir adalah milik kita, ternyata tidak akan benar2 menjadi milik kita. Kita memiliki hatinya,tubuhnya,dan cintanya... tapi tidak jalan hidupnya."
Itu quote dari novel Cinta Pertama. Film sih sebenernya terus gue punya novelnya. Ada beberapa quote lain yang gue stabiloin lagi, tapi entah kenapa begitu gue nonton filmnya lalu Abimanyu berdialog kayak gitu gue merasa.... Oiya. Udah, cuma perasaan oiya.

Terkadang ada beberapa hal yang ingin gue kontrol di dunia ini, tapi gue gak bisa. Setidaknya gue mau banget punya mesin waktu yang bisa ngulang waktu, dan bilang "jangan" ke beberapa orang di masa lalu, termasuk diri gue sendiri.

Kalo kata iklan, pilihan yang salah akan menuntun ke jalan yang benar. Y. Bisajadi. Terkadang memang manusia harus bergulung kuming melewati halang rintang buat dapetin apa yang dia mau. Kegagalan itu juga keberhasilan yang tertunda, katanya.

Tapi buat apa ada kegagalan jika pada akhirnya kegagalan itu hanya akan berujung pada ketakutan kita untuk memulai lagi. Kayak orang yang udah nyoba terbang terus jatuh. Dia udah tau seberapa sakit rasanya jatuh dan dia masih mencoba terbang dengan ketakutan akan rasa sakit dari jatuh itu.


"Dulu kita belajar jalan juga jatuh dulu kok berkali-kali..."
"Penemu lampu aja harus nyoba 999 kali sampe lampunya nyala..."

Gue gak pernah ngerti kenapa orang dengan mudahnya menemukan alasan mereka untuk semangat dan berani nyoba lagi, berani memperbaiki. Yang lebih gue gak bisa ngerti adalah, kenapa diri gue susah banget untuk nemuin semangat dan keberanian itu. Keberanian dan semangat untuk mencoba manjat dari jurang yang rasanya gelap banget.

Gue takut ga bisa sampe ke atas sana sampe kapanpun. Gue takut itu bukan jalan gue. Gue takut seberapa kencang cengkeraman gue ke dinding jurang itu, gue akan tetap ada di dasar jurang itu. Ketika kita berada di dasar jurang, cahaya yang nampak di atas lebih terang daripada aslinya. Sakit rasanya kalo liat ke atas sana, tapi itulah yang mau gue tuju...

Tapi gue harus bener-bener manjat dari dasar jurang ini.

Kesannya kayak gue cuma tinggal ngarep mukjizat doang dari sini...

Nggatau sampe kapan gue harus nunggu sampe mukjizatnya sampe. Semoga secepatnya.

Bicara soal jalan hidup orang lain, gue punya perumpamaan.

Ketika ada persoalan matematika bersyarat tanpa tanda absolut, maka syarat itu harus dipenuhi untuk menyelesaikan persoalan.

Itulah hidup.

Tanpa sadar, dalam hidup kita juga sering mengeluarkan syarat-syarat untuk dipenuhi dalam hidup. Kayak cita-cita, tipe cowo (mehehe), dan lain sebagainya. Bahkan untuk milih suatu barang aja harus ada syaratnya kan, entah enak dilihat atau apalah itu.

Tapi apa yang harus kita lakukan ketika tiba-tiba ada anomali... Persoalan matematika ini seolah harus diselesaikan dengan solusi di luar syarat. Mungkin bahasa gue terlalu berat entahlah. Tapi inilah.

Kenapa kita bisa memiliki orang lain, tanpa bisa memilih jalan hidupnya. Kita mungkin bisa ketawa bareng dia, bercanda, bahagia.
Tapi kebahagiaan itu selalu ada celahnya. Sebahagia apapun kita, akan tetap ada rasa sedih yang menusuk. Sakit itu bisa datang kapan saja, ketika kita teringat akan syarat yang telah kita tentukan.
Buat apa menyelesaikan persoalan yang tak bersolusi?

Guepun masih nyari jawabannya, hingga detik ini.