10.06.2014

-

Jika saja amarah itu nyata
Aku akan membunuh segala rasa

Aku gatau lagi mau ngomong apa, mau ngomong di mana... Aku gangerti lagi sebenernya sama kita. Apa sih esensinya kita bersama. Untuk apa sih kita sama-sama bertahan kalau ini semua cuma ngebunuh satu pihak pelan-pelan. Untuk apa sih kita paksakan bila ujungnya gak mungkin bersama juga.

Kadang aku ngerasa pacaran sama tembok. Cuma diem, ga gerak, datar, dingin... Apa aku salah kalo nyebut kamu rumah? Ternyata selama ini semuanya hiperbola belaka. Bahagia dalam semu dan angan yang lama-kelamaan merusak diri. Jika mau ditunggu, harus sampai kapan aku menunggu kamu untuk berhenti meminta maaf atas kesalahan yang sama, itu-itu saja? Harus sampai kapan aku memaklumi segala pengulangan atas episode yang sudah-sudah? Harus sampai kapan aku menunggu tembok ini mulai bergerak, berjalan, dan mendekat?

Harus sampai kapan kita berdiam diri seolah tak mengenal satu sama lain?

Harus sampai kapan air mata ini menetes sia-sia hanya karena hal yang itu-itu saja?

Jawablah semuanya.