1.15.2014

I wanna go back

Aku ingin kembali ke masa dimana kita hanya bermain. Tertawa, menikmati segala waktu yang ada tanpa peduli akan detik yang akan datang. Seolah kita memiliki setiap detik yang berjalan hingga ia kehabisan waktu untuk membuat dentingan jam bernaung.

Aku ingin kembali di saat-saat kita berdua hanya mampu berangan-angan dan berkhayal tentang hari esok. Seolah semua khayalan itu akan dikabulkan oleh Tuhan. Serasa tidak ada yang perlu kita khawatirkan tentang masa depan.

Aku ingin bisa menyentuhmu lagi dengan satu-satunya rasa yang paling berarti dalam hidup, bahagia. Tanpa aku harus tau jas berwarna apa yang akan kau gunakan beberapa tahun lagi, tanpa aku harus membayangkanmu tersenyum pada semua orang yang sedang mengantri sembari berjalan dengan wibawamu di koridor-koridor itu.

Aku ingin bisa melihatmu lagi di depanku ketika aku sedang mengajarimu. Tanpa aku harus tau bahwa sebenarnya kamu sudah bisa dan bahkan sudah lebih dariku.

Aku ingin kamu di sampingku lagi untuk mendengarkan semuanya. Segala tawa, semua keluh kesah yang ada tanpa aku harus menambahkan bebanku sendiri jika bicara denganmu.

Aku ingin kamu ada bersamaku untuk kembali berjalan di satu gedung tempat kita belajar bersama. Tanpa ada perbedaan materi belajar antara kita berdua.

Aku ingin kita dapat kembali berdua dan merasakan rasa nyaman yang dulu pernah ada saat jalan di depan kita masih remang-remang dan belum terlihat. Seolah kita akan menjalaninya bersama. Seperti kita akan selalu berdua hingga ujung jalannya.

Namun apalah arti...
Waktu tak akan pernah bisa ku beli...
Kita tak akan pernah bisa kembali...

Seluruh jalan telah tersinari. Aku ke kanan, dan kamu ke kiri. Andai saja aku dapat memegang kemudi, aku ingin melewati jalan yang juga kamu lewati.

Namun kemudi itu telah berada di atas sana. Aku hanya bisa tertawa, dan mengelap air mata. Kita hanya bisa bertemu di pangkal jalan namun tak merubah keadaan. Kita bisa tertawa, namun dalam duka yang tertutup air mata. Kita bisa bersama, namun dalam sakit yang terus kuungkit. Kita bisa berdua, namun dalam rasa perihku yang hanya ingin melewati jalanan itu.

Kini seolah semuanya telah menjadi duniamu, dan kamu menikmatinya di sepanjang jalan itu. Lagi, aku hanya bisa memandang lekat-lekat sambil menyeka semua tumpahan air mata yang ada.

Kita bisa kembali

Mungkin jika aku bisa belajar untuk menyayangimu lebih dari diriku sendiri.

Aku disini, berharap suatu hari nanti kenyamanan pada dirimu yang dulu pernah ada akan kembali padaku dengan jalannya sendiri.