Rasanya baru kemarin kita bertemu, berjabat tangan, lalu menyebut nama masing-masing untuk memperkenalkan diri. Rasanya juga belum lama kita tertawa bersama dan berbagi cerita. Lalu tiba-tiba ada sesuatu yang tak terlihat ku rasakan datang, entah darimana, entah untuk siapa. Mungkin jika bisa direka, itu adalah suatu rasa. Mungkin jika bisa ia menunjukkan dirinya, tidak akan bisa manusia mengeluarkan air mata.
Tak ada seorangpun yang berniat memulai. Cerita ini hanya bermula begitu saja. Tanpa ada yang memulai, tanpa ada yang mendahului. Mungkin jika bisa menelisik lebih awal aku memilih untuk tidak terlibat. Sayang, semua sudah terlambat dan penyesalan tak pernah berguna. Aku sudah terlanjur mencemplungkan diri dalam cerita yang mulanya sederhana, namun berakhir berlanjut rumit. Tidak, ini belum akhir karena di akhir cerita selalu ada satu tokoh yang bahagia.
Tunggu... atau jangan-jangan kamu bahagia di luar sana dan diam-diam sudah menemukan akhir cerita?
Entahlah, aku hanya bisa pasrah dan berdoa.
Tidak, ini tidak sesederhana perkara harapan palsu. Menunggu juga tidak sesederhana itu. Perkara ini sudah sangat memecahkan fokusku. Bukan juga perkara berarti di luar sana ada yang lebih baik untukku. Tolong, hidup tidak sesederhana itu.
Mungkin aku yang terlalu mudah ditipu oleh suatu rasa. Terkadang seseorang yang terlalu sulit jatuh cinta justru bertindak bodoh saat menemukannya. Hal-hal bodoh tak berguna yang seharusnya tak dilakukan. Bukan perkara kurang dewasa, bukan. Mungkin terlalu sulit untuk menemukan seseorang yang dapat menyentuh hati begitu saja. Rasa tidak sesepele perkara fisik, materi, ataupun wajah. Rasa tidak sesederhana dari mata turun ke hati.
Saat aku menangis, ada yang menanyakan untuk apa aku menangis? Padahal mungkin saja kamu sedang bersenang-senang di luar sana :)
Lagipula ini lucu. Baru kali ini aku kehabisan kata-kata untuk ditulis. Baru kali ini rintikan air mataku terjatuh begitu saja karena orang yang, entahlah... baru saja ku kenal, mungkin?
Sudahlah, aku sangat menyesal tidak menelisik sedari awal. Harusnya ku bunuh secepatnya rasa itu sebelum ia terus tumbuh. Harusnya tak perlu kamu memberikanku sayap jika tidak hanya aku yang menerimanya. Harusnya aku, kamu, kita, sama-sama menelisik lebih awal sebelum semuanya terlanjur terjadi. Tak luput juga menelisik diri sendiri perkara hati lebih memilih yang mana sebelum sayap itu terlanjur ku gunakan untuk terbang tinggi, lalu kamu cabut begitu saja.
Maaf bila aku yang terlalu perasa. Untuk catatan saja, aku tak pernah berani bermain-main perkara hati dan rasa karena dua hal itu dapat menghancurkan hidup anak manusia dalam sekejap saja.
Biar saja matahari terbit dan terbenam dari ufuk ke ufuk lain. Biar saja hari berganti dari gelap menjadi terang hingga gelap dan terang itu berulang. Aku di sini hanya bisa menatap pergeseran matahari itu sambil mencari tau tentang apa yang kamu inginkan dari cerita ini.
Dan aku berharap dirimu sendiri tau jawabannya karena ini perkara ketegasan dirimu dengan hati manusia-manusia lainnya.