Sebenarnya, dari lubuk hatiku yang terdalam, aku ingin mengucapkan selamat pagi padamu. Ingin rasanya ku menggerakkan jemariku untuk mengetik sapaan sederhana itu beberapa detik setelah mataku terbuka. Ingin aku menjadi manusia pertama yang menyapa harimu dan mengukir senyum di wajahmu di kala kotoran mata dan bekas tetesan liur saat tidur masih menjadi kosmetikmu.
Sejujurnya, aku ingin menyemangati hari-harimu. Ingin aku memberi dukungan di saat kamu sibuk atau merasa bahwa kepalamu akan pecah dalam 5 menit ke depan. Lalu ketika kamu merasa gagal, ingin aku memberi semangat untukmu. Mungkin jika cukup beruntung, aku ingin tersenyum di depanmu dan melihat semangatmu yang kembali membara setelah menatap senyumku. Aku juga bisa menjadi pemberi saran yang baik jika sewaktu-waktu kamu mendapat masalah.
Aku bersedia menjadi telinga yang mendengarkan segala keluhan dan cerita tentang apa yang telah kamu alami setiap harinya, tanpa rasa bosan. Aku juga bersedia meminjamkan pundakku untuk menjadi tempat bersandarmu saat kamu merasa lelah. Jika kamu ingin menangis, jatuhkan saja air matamu saat kamu bersandar di pundakku. Biarkan tiap molekul dari tetesan air matamu itu terserap hingga ke dalam baju yang sedang ku gunakan agar aku dapat merasakan kesedihan yang membebanimu.
Aku juga sanggup untuk mengingatkanmu makan saat telah tiba waktumu untuk makan. Mungkin nanti aku akan meluangkan waktu untuk membuatkanmu makanan yang dapat ku buat. Atau mungkin suatu hari nanti kita bisa makan bersama di tempat yang sangat aku impikan sambil menatap bintang-bintang yang menggantung bebas di langit sambil tertawa riang bersama.
Tak masalah bagiku untuk sesekali terlihat bodoh demi mengukir tawa di wajahmu. Aku mampu menjadi oasis di tengah gurun yang sedang kamu lalui. Meskipun yang ku tahu oasis hanya biasa digunakan untuk persinggahan sementara para musafir, aku ingin menjadi oasis abadi bagimu agar di ujung perjalanan kamu terus mencari oasis ini, ke gurun manapun kakimu melangkah.
Jika kamu membenci air mata, aku akan berpura-pura bahagia di depanmu. Lagipula tak perlu berpura-pura. Kamu adalah kebahagiaanku. Serapuh apapun aku, aku akan terus berusaha untuk bahagia agar tak menambah beban di hidupmu.
Saat kamu membutuhkan waktu untuk sendiri, aku akan memberikannya. Jika kamu memiliki prioritas lain dalam hidup yang lebih genting, aku bersedia untuk mengalah dan mengerti. Bila aku memiliki salah, aku bersedia untuk meminta maaf, berintronspeksi, dan berubah menjadi yang lebih baik. Sesulit apapun hidupmu, aku bersedia untuk merubah sudut pandangku menjadi sudut pandangmu agar aku dapat mengerti kesulitan apa yang kamu rasa.
Aku memiliki mata yang dapat menatapmu dengan tatapan lembut yang akan membuat harimu terus indah. Aku mampu menjadi warna cerah saat harimu begitu kelabu. Aku juga bisa menjadi sinar yang membuat matamu dapat melihat warna-warna di sekitarmu. Aku mampu dan ingin berbagi semua hal di hidup ini denganmu.